REFLEKSI

Merefleksikan perjalanan kehidupan untuk menjadikan keindahan, kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup ini,,,, Tuhan memberkati

Kamis, 24 Maret 2011

Kehidupan Sosial Manusia

dalam sebuah refleksi,,,

Manusia merupakan ciptaan Allah yang mulia melebihi segala ciptaanNya yang ada, bahkan manusia disebut sebagai citra Allah, gambaran dari Sang Pencipta itu sendiri. Dalam kehiduapn didunia ini sering kali manusia disebut sebagai makhluk sosial karena manusia tidak hidup seorang diri saja tetapi hidup bersama entah dalam keluarga, komunitas ataupun lingkungan yang lebih luas. Oleh karena itu seperti yang diajarkan oleh Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara SJ, bahwa manusia adalah sahabat bagi sesamanya ( Homo Homini Socius) dimana manusia menjadi rekan, saling mengoreksi, dan saling memperbaiki sosialitas, bukan sebagai (Homo Homini Lupus ) manusia sebagai serigala bagi sesamanya yang selalu menerkam, serakah, menindas yang lemah yang berakibat akan adanya ketidakadilan dalam kehidupan sosial.

Namun ketika saya merefleksikan hal ini apakah sungguh Homo homini socius tercipta dalam kehidupan kita saat ini?

Dalam kehidupan bersama atau berkomunitas kita sering dihadapkan pada konflik-konflik antar pribadi. Bagi saya itu wajar karena masing-masing manusia memiliki pribadi yang unik dan pemikiran yang berbeda-beda untuk menganggap bahwa dirinya benar dalam segala hal apapun. Lalu, bagaimana untuk bisa menjadikan kehidupan bersama lebih baik?

Sebuah diskusi studi kasus tentang bilamana kita bersama mengontrak rumah, menjadi pembelajaran yang sederhana. Dimana masing-masing pribadi memberikan ide dan berpikir bersama untuk menjadikan rumah itu nyaman untuk dihuni. Saling menghargai satu sama lain, saling mengoreksi kesalahan satu sama lain serta membantu untuk memperbaikinya, dan saling bekerja sama tidak hanya dengan pikiran dan tenaga tetapi juga dengan hati. Maka hal ini akan menjadikan kedamaian dan kenyamanan hidup bersama (Komunitas). Harapan itu tidak hanya berhenti di study kasus tersebut, tetapi juga sungguh menjadi tindakan nyata dalam hidup keseharian kita.

Saya pun menyadari bahwa dalam hidup bersama masih saja ada keegoisan dalam diri, menilai orang lain tanpa terlebih dahulu menilai diri sendiri. Oleh karena itu, saya pun diingatkan dan menjadi sebuah pembelajaran dalam hidup bagaimana untuk dapat menghargai martabat manusia dengan cara yang sederhana yang dimulai dari diri sendiri, lingkungan dan akhirnya masyarakat luas.

Dengan mengambil sebuah makna rohani “ sehati, sejiwa dan sepikir dalam hidup bersama untuk mencapai tujuan” , menjadi harapan untuk dapat saling menghargai harkat dan martabat manusia sebagai ciptaanNya yang luhur.

Karena itu kesadaran mulia yang harus hidup dalam sanubari setiap orang adalah “ perlakukanlah seorang pribadi sebagai makhluk bermartabat dan anda akan mendapatkan makhluk-makhluk insani sejati”.

Manusia adalah sahabat bagi sesamanya dan bukan menjadi serigala bagi sesamanya.

Kesenjangan Sosial

Dalam sebuah refleksi,,


Kesenjangan sosial dalam masyarakat sering hanya sebagai sebuah bahan pembicaraan namun sedikit atau malah sekali tidak dilakukan untuk ditindak lanjuti. Melihat realita yang ada walaupun hanya dari sebuah film pendek tentang realitas kesenjangan sosial dimana jelas dilihat dan dipahami antara mereka yang sungguh-sungguh mampu baik karena kebutuhan maupun gaya hidup dengan mereka yang sungguh-sungguh kurang mampu menimbulkan berbagai reaksi perasaan manusiawi yang muncul. Peraaan Sedih, prihatin, terharu dan marah muncul sebagai reaksi responsive dari dalam diri. Namun hal itu hanya sebatas perasaan saja, lalu yang ada adalah timbul pertanyaan dari dalam diriku apa yang bisa ku perbuat untuk mereka yang saat ini berada dalam kemiskinan..? berharap bahwa dari sebuah perasaan itu akan menimbulkan reaksi nyata untuk membantu saudara-saudari kita yang kurang mampu.

Idealnya pemerintah memperhatikan juga hak dan kewajiban bagi mereka yang kurang mampu. Pemerintah yang baik adalah adanya suatu hukum tentang hak-hak asasi dan selanjutnya tugas pemerintahan sipil ialah memelihara keseimbangan sehingga hak-hak suatu kelompok tidak mengorbankan kelompok lain. Prinsip ini menuntut kepada konsekuensi bahwa setiap diskriminasi ras harus dihapuskan diseluruh Negara dan setiap pribadi memiliki martabat yang sama (Pacem in Terris 88) (1).

Kenyataan kemiskinan bukanlah sebagai akibat kehendak jelek orang miskin sendiri melainkan akibat strukturisasi proses-proses ekonomis, politik, social, budaya dan ideologis (2). Namun kita tahu bahwa pada kenyataan pemerintah kurang memperhatikan hak dan kewajiban mereka yang kurang mampu. Pemerintah lebih memikirkan konflik-konflik yang terjadi didalam diri dan lembaga pemerintahan sendiri.

Lalu bagaimana sikap yang seharusnya dilakukan?

Mengutip tulisan dari buku spiritualitas sosial “ sikap ketergantungan satu dengan yang lain baik juga dipupuk sikap solidaritas. Solidaritas adalah tekad teguh dan tabah yang didasarkan atas kesadaran akan ketergantungan timbal balik antarmanusia dan antarbangsa untuk membaktikan diri kepada kesejahteraan umum”.

Dalam permenunganku, saatnya kita mengambil sikap dari dalam diri sendiri untuk melakukan aksi bagaimana kita menyadari bahwa kita memiliki harkat dan martabat sebagai manusia dengan mereka yang kurang mampu, tidak hanya saling menilai dan menyalahkan satu sama lain.


Akhirnya sebuah makna rohani yang bisa aku ambil adalah “ cintailah sesamamu seperti kamu mencintai diri sendiri ” Semoga,,,

Tuhan memberkati



Stefanus Setyo K -



1.Spiritualitas social : suatu kajian kontekstual, kanisius 2010. hal 94. Mendesak peran pemerintah.

2.Maria hartaningsih,” melihat wajah kemiskinan dan pemiskinan “, kompas 17 oktober 2003